Tren Soft Life Di Kalangan Generasi Z dalam Perspektif Islam

tren soft life
Tren Soft Life Di Kalangan Generasi Z dalam Perspektif Islam - Dokumen Pribadi
banner 468x60

Lebih-lebih lagi beberapa tahun ini, perkembangan dunia yang serba cepat dan munculnya problematik hidup akibat dari penerapan sistem kapitalis menjadikan orang harus bisa bekerja keras mencari materi sebanyak-banyaknya. Dalam sistem kapitalis, biaya hidup sangat tinggi termasuk biaya pendidikan, kesehatan, dan lain-lainnya (Marinda, 2025). Belum lagi, mereka harus mencapai prestasi yang tinggi dan mendapatkan pekerjaan yang baik agar dapat bertahan dalam persaingan berat kehidupan kapitalis. Kondisi ini membuat orang  harus bekerja sangat keras. Apa lagi, mereka memiliki jam kerja panjang—from nine to five—dan lanjut lembur atau punya beberapa pekerjaan sampingan (Yunita, 2024).

Hustle culture hampir selalu membuat orang merasakan capek karena tekanan terus-menerus untuk bekerja keras dan mencapai banyak hal yang tentu tidak akan ada habisnya jika dikejar semua. Orang-orang pun harus membayar mahal dalam mengejarnya karena dalam menjalaninya sering terabaikan kesehatan, kebersamaan dengan keluarga serta interaksi dengan manusia lainnya di masyarakat.

Demikian juga, menurut laporan National Institutes of Health (2024), sekitar 57,8 juta orang dewasa hidup dengan beberapa bentuk penyakit mental. Hal ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk memprioritaskan kesehatan mental dan mengembangkan strategi yang efektif untuk mengelola kesejahteraan mental (NIH, 2024). Selain itu, berdasarkan Survey KeyBank bahwa orang Amerika menolak budaya kerja keras dan beralih ke kehidupan yang lebih santai seiring meningkatnya biaya hidup. Sebanyak 72% responden lebih suka mendefinisikan kesuksesan melalui sudut pandang kehidupan yang lebih santai—menekankan kebahagiaan, kepuasan, dan kepuasan. lebih-lebih lagi, 54% orang percaya bahwa budaya kerja keras—yang mengukur kesuksesan berdasarkan kekayaan, status, dan prestasi—dapat mengakibatkan kelelahan (Travers, 2024). Keengganan terjebak dalam kelelahan pengejaran tanpa henti ini kemudian melahirkan sebuah tren baru di kalangan generasi muda terutama generasi Z yaitu soft life.

Gambaran Tren Soft Life di Kalangan Generasi Z

Soft life bukan sekadar tren media sosial yang cepat berlalu, tetapi  menjadi sebuah perubahan dalam pendekatan orang untuk menjalani hidup dan pekerjaan mereka. Dengan filosofi soft life, seseorang memilih untuk tidak terburu-buru dalam mengejar sesuatu dan lebih menikmati prosesnya (Rahma, 2025). Dalam perkembangannya, soft life bukan bermakna hidup santai, malas atau tidak mau bekerja keras, tetapi bagaimana seseorang mengatur ritme hidup agar tetap produktif tanpa harus mengorbankan kebahagiaan dan kesehatan mental.

Dalam dunia kerja, menjalani soft life bisa diartikan sebagai keputusan untuk berhenti dari pekerjaan yang toxic atau memilih pekerjaan yang benar-benar disukai (Yunita, 2024). Tren ini pada akhirnya juga berpengaruh pada bagaimana cara generasi muda bekerja: memilih pekerjaan yang tidak menimbulkan stres, jarak jauh, gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, dan tentunya memprioritaskan kesehatan.

Untuk menerapkan soft life, maka seseorang harus mengurangi overthinking, hidup di masa sekarang, tidak terlalu khawatir dengan masa depan atau menyesali masa lalu. Selain itu, seseorang harus fokus pada apa yang dinikmati hari ini, memilih pekerjaan sejalan nilai hidup, memperhatikan kebahagiannya dan tidak terjebak dengan standar sosial atau ekspektasi orang lain (Rahma, 2025).

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 Komentar